

Ajaib.co.id – Tahukah kamu bahwa ada dua macam investor di pasar modal yaitu investor saham ritel dan institusional. Keduanya secara identitas sulit dibedakan karena saham diperdagangkan secara lot yang terdiri dari 100 lembar saham per lotnya.
Umumnya investor saham ritel dan institusional mempunyai perbedaan dari kekuatannya. Kekuatan yang menggerakkan harga pasar secara jangka pendek maupun jangka panjang.
Investor
Institusional
Secara definisi investor institusional
mengandung arti seseorang atau sebuah lembaga yang mengelola dana-dana besar [1].
Dana yang dikelola oleh investor institusional bukan dana mereka sendiri
melainkan dana masyarakat misalnya saja dana pensiun, reksa dana, perusahaan
asuransi, dana abadi, dana lindung nilai, dan lain sebagainya [1].
Dana yang dikelola oleh investor semacam ini disebut juga dengan smart money karena kemampuannya untuk menggerakkan pasar dalam waktu singkat. Mari kitalihat contohnya sebagai berikut;

Perhatikan gambar di atas! Dari informasi di atas harga terakhir saham NIKL adalah 900. Kita tahu sejatinya harga terbentuk dari kesepakatan transaksi antara penjual dan pembeli. Kita bisa lihat bahwa ada seseorang atau sekelompok orang yang mau menjual saham NIKL sebanyak 4987 lot di harga 905.
Jika kamu merasa 905 adalah harga yang pantas untuk membeli NIKL lalu kamu Hajar-Kanan (Haka)/beli tanpa menawar di harga 905 sebanyak 73 lot, maka kesepakatan transaksi terjadi.
Bayangkan kamu adalah salah satu dari investor insitusional, misalnya kamu adalah manajer investasi dari sebuah perusahaan asuransi dengan dana kelolaan setengah triliun rupiah. Lalu kamu beli di harga offer seluruh volume ask saham NIKL yang berjumlah 4987 lot, apa yang akan terjadi? Yup, benar sekali. Saham NIKL akan langsung terbang ke harga 905.
Dengan harga rata-rata 900 maka 4987 lot artinya setara dengan Rp448,83 juta rupiah. Kamu bisa lihat bahwa dengan beberapa miliar rupiah investor institusional mampu menggerakkan harga saham. Dalam beberapa kasus satu investor institusional bahkan bisa gerakkan saham ke batas auto reject-nya.
Tapi hal ini tidak akan berlangsung terus-menerus, secara jangka pendek iya namun secara jangka panjang akan menyesuaikan dengan fundamentalnya. Jika mayoritas pelaku pasar beranggapan bahwa NIKL tidak layak dihargai 905 maka penjualan akan banyak berlangsung dan harga akan kembali tertekan.
Investor
Ritel
Sedangkan investor ritel adalah investor perorangan yang mengelola dana miliknya sendiri[2], seperti kita. Jumlah investor individu atau ritel mendominasi pasar modal. Sisanya adalah investor institusional. Kamu bisa lihat statistiknya di bawah ini;

Statistik di atas di ambil dari situs
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Kamu bisa lihat bahwa investor
institusional sangat sedikit, tidak sampai 1% dari total investor di pasar
modal Indonesia. Sisanya sebesar 99,7% adalah investor perorangan atau
istilahnya investor ritel.
Keuntungan
Investor Ritel Dibandingkan Investor Institusional
Banyak dari investor ritel yang beranggapan
bahwa menjadi investor institusional lebih menyenangkan daripada menjadi ritel
karena punya kemampuan untuk menggerakan pasar. Bahkan beberapa mencoba untuk
melacak pergerakan smart money melalui analisis yang dikenal
sebagai bandarmologi. Namun menjadi pengelola smart money tidak selalu
lebih menguntungkan lho. Peter Lynch, manajer portofolio dari Fidelity, dan
Warren Buffet mengungkapkan alasannya.
- Besaran Dana. Investor
institusional mengelola dana yang besar, semakin besar semakin rumit
pengelolaannya. Untuk memenuhi ekspektasi, investor institusi dengan jumlah
dana kelolaan besar pelu membuat keputusan investasi yang besar pula. Di sisi
lain ada batasan dalam melakukan investasi seperti batas alokasi aset,
kapitalisasi pasar dan porsi kepemilikan saham.
- Psikologis masal. Para manajer
investasi mengatakan bahwa di masa-masa menyenangkan ketika indeks saham
bullish terdapat terlalu besar dana untuk dikelola. Sebaliknya di masa ketika
ekonomi kontraksi, saat inilah waktu yang paling tepat untuk membeli efek
(saham, surat utang, dll). Namun justru di waktu tersebut hanya terdapat sangat
sedikit dana untuk dikelola karena kebanyakan nasabah menarik dananya.
- Ada tuntutan untuk melakukan
diversifikasi. Sebagai investor ritel kamu bebas ingin melakukan
konsentrasi/koleksi sedikit saham atau diversifikasi/koleksi banyak saham pada
portofolio kamu. Sedangka investor institusi mesti melakukan diversifikasi
untuk menekan risiko.
- Investor institusi hanya bisa
fokus pada perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar yang berfundamental baik.
Ada faktor-faktor seperti likuid/terdapat banyak transaksi atau tidak yang
perlu diperhatikan oleh investor institusi. Seorang investor ritel memiliki
keuntungan untuk berinvestasi di saham manapun meski kapitalisasi pasarnya
kecil.
- Investor institusional
menghabiskan sepertiga waktunya untuk menjelaskan mengapa mereka membeli suatu
efek. Investor ritel punya kebebasan untuk membeli efek mana saja yang disukai
tanpa harus menghabiskan waktu untuk menjelaskan alasan pembeliannya.
- Investor institusional juga
kerap dibandingkan satu sama lain. Mereka juga harus menyesuaikan dengan profil
risiko produk keuangan yang dikelola. Sedangkan kita para ritel bisa bebas
melakukan yang dimau dan tidak perlu dibandingkan dengan orang lain.
- Kamu sebagai ritel tidak perlu
khawatir memiliki kinerja buruk di tahun-tahun tertentu. Kamu bisa menggunakan
waktumu untuk belajar mengelola danamu sendiri tanpa dituntut untuk menjadi
baik.
Sumber:
[1] https://www.investopedia.com/ask/answers/06/institutionalinvestor.asp
[2] https://www.investopedia.com/terms/i/institutionalinvestor.asp
[3] https://republika.co.id/berita/qety5p370/43-tahun-pasar-modal-indonesia-lampaui-tiga-juta-investor